Minggu, 02 November 2014

Raskin & Raskinda - Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2014

Raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran. Selengkapnya baca disini

Berikut data pembagian taskin dan raskinda di kelurahan mojosongo :
Raskin 2180 rts
Raskinda 1025 rts

Berikut foto dokumentasi pembagian raskin di Kelurahan Mojosongo :



Kamis, 23 Oktober 2014

TMMD Regular 93 Tahun 2014

TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Regular 93 Tahun 2014. Program TMMD ini melibatkan TNI bersama Polri serta Kementrian/LPMK serta Pemerintah daerah dan seluruh komponen bangsa lainnya dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di daerah pedesaan serta membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembuakaan kegiatan ini bertempat di lapangan mojosongo Kecamatan Jebres Suarakarta yang di hadiri oleh Bapak Walikota Surakarta yaitu bapak FX Hadi Rudyatmo beserta jajaran TNI dan Polri. Dalam upacara pembukaan dilakukan pemberian alat pertukangan kepada Linmas sebagai simbolik pelepasan pasukan ke desa untuk bergabung dengan masyarakat melakukan pekerjaan, serta dilakukan peletakan batu pertama di kampung Randusari RW 30 sebagai symbol kegiatan TMMD dimulai. Kegiatan ini diadakan pada tanggal 9 sampai 29 oktober 2014. Sasaran pokok kegiatan TMMD ini antara lain :
  1. Pengecoran jalan 
  2. Pembuatan saluran air
  3. Pemugaran rumah tidak layak huni (RTLH) sebanyak 10 unit

Berikut ini merupakan foto kegiatan TMMD Regular 93 Tahun 2014











Senin, 16 Juni 2014

HUT Pemkot Solo Bagikan Gerobak

Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo berbincang dengan seorang pedagang kaki lima setelah upacara peringatan hari jadi ke-68 Pemkot Solo di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah, Senin (16/6/2014).
Pedagang itu beruntung menerima bantuan gerobak dari Pemkot Solo. Saat peringatan hari jadi tersebut, Pemkot Solo memberikan bantuan 18 gerobak untuk berjualan para pedagang kaki lima itu.

PKMS dan BPMKS Hanya Program Antara

Pemerintah kota (pemkot) tidak selamanya memberi program matang seperti Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) dan Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) kepada rakyat miskin. Program pro rakyat itu hanya program antara yang sifatnya sementara agar masyarakat bisa berdaya dan mandiri. Persoalan itu disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Solo, Abdul Ghofar Ismail, saat dihubungi solopos.com, Sabtu (14/6/2014), sebagai evaluasi kinerja pemkot pada momentum Hari Ulang Tahun (HUT) Pemkot Solo.

“Saya berharap program matang seperti PKMS, BPMKS, dan griya tidak layah huni (RTLH) tidak selamanya diberikan. Program itu hanya perantara saja. Kalau daya beli masyarakat tinggi, program itu bisa dikurangi seiring dengan berkurangnya jumlah warga miskin (gakin).
Sebenarnya program itu hanya meninabobokan rakyat, bukan memberdayakan rakyat,” tegas Ghofar, sapaan akrabnya.

Secara umum, terang dia, Komisi IV belum merasakan program pemberdayaan masyarakat, seperti biaya pendidikan agar terjangkau, warga miskin berkurang, dan kesejahteraan rakyat terwujud. Menurut dia, istilah terjangkau itu belum tentu murah. Ketika masyarakat berdaya beli tinggi, kata dia, mereka bisa memilih pendidikan dan kesehatan mereka. “Pemkot mestinya lebih memberi kail agar masyarakat berdaya. Yang terjadi sekarang, perilaku masyarakat pasrah dengan program yang ada. Gandeng ora duwe duit masuk sekolah plus, ikut PKMS dan seterusnya,” imbuhnya. Selain itu, Ghofar ingin realisasi program itu didasarkan pada konsep dan grand design yang terukur dan fokus. Dia mengamati program-program yang dilakukan pemkot cenderung sporadis, seperti dulu ada sekolah plus sekarang dihapus. Di bidang pendidikan, pemkot sebenarnya memiliki grand design standar nasional pendidikan (SNP) mulai 2012-2025. “Tapi, saya belum melihat impelentasi grand design itu. Termasuk tahapan konkret pelaksanaan pembangunan pasar, kelurahan, kecamatan, pelayanan publik. Konsekuensinya memang anggaran,” jelasnya.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Solo Supriyanto lebih melihat aspek reformasi birokrasi dengan struktur yang kaya fungsi di lingkungan pemkot belum berjalan maksimal. Reformasi birokrasi itu, kata Supri, bisa berjalan dengan adanya sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Namun, realitas di lapangan, menurut dia, SDM aparatur pemkot tidak ada peningkatan yang berarti, terutama dalam pengambilan kebijakan. Dia menyontohkan proporsi petugas di kelurahan tidak didasarkan pada rasio luas wilayah. “Dari aspek pelayanan sudah lumayan, meskipun banyak hal-hal yang masih kurang. Bagi saya, prioritasnya pada kualitas SDM. Saya melihat profesionalisme pegawai negeri sipil (PNS) tidak ada perkembangan. Perencanaan yang dilakukan pemkot tidak didukung dengan skill yang memadai. Contohnya, pemkot belum bisa menggratiskan biaya pendidikan, tetapi lebih banyak pungutan. Di bidang kesehatan juga demikian,” tandasnya.

Supri berharap Wali Kota bisa melakukan reformasi birokrasi, penataan personal, dan membangun sistem yang baik, serta peningkatan kedisiplinan PNS. Dia meminta mengurangi adanya like and dislike dalam pengangkatan pejabat dan mengurangi diskriminasi pelayanan. “Selain itu, pemkot harus bisa mewujudkan belanja publik dan belanja pegawai 50:50 dengan menekan biaya honor, peralatan, operasional kantor, dan seterusnya. Selain itu, pemkot bisa mengoptimalkan pendapatan dari sektor parkir, pajak hotel, restoran, dan seterusnya,” pungkasnya.



Akuisisi VESTERNBURG, APBD Kota Solo tidak mampu

Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, menyatakan rencana akusisi Benteng Vastenburg bakal menjadi angan-angan jika hanya mengandalkan APBD Kota Solo. Pemerintah pusat masih diandalkan dalam merealisasi pengambilalihan bangunan. Hal itu disampaikan Wali Kota menanggapi taksiran harga tanah Vastenburg yang mencapai Rp800 miliar.“Pusat harus ambil bagian. Kalau tidak, akuisisi selamanya akan jadi mimpi,” ujarnya saat ditemui wartawan di Benteng Vastenburg, Senin (16/6/2014).

Sebelumnya, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng melansir nilai tanah Vastenburg sebesar Rp800 miliar. Angka itu didapat dari peta zona nilai tanah dan nilai jual objek pajak (NJOP) tahun 2013. Dari angka tersebut, Wali Kota mengaku APBD Solo hanya mampu mengalokasi maksimal Rp100 miliar. Hal itu merujuk APBD tahun ini yang hanya sekitar Rp1,4 triliun.
“Alokasi segitu (Rp100 miliar) saja sudah nekat. Apa PNS mau enggak gajian kalau duitnya untuk beli benteng?,” seloroh Rudy.
Wali Kota menilai dana yang dibayarkan untuk akuisisi mestinya tidak mengacu NJOP, melainkan harga awal yang dibayarkan pemilik hak guna bangunan (HGB) di Vastenburg. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan pemerintah bisa jauh lebih rendah. Rudy mengatakan akuisisi melalui ganti rugi merupakan satu-satunya jalan untuk mengembalikan Vastenburg ke tangan pemerintah.

“Kemarin BPN (Badan Pertanahan Nasional) merekomendasi agar ada ganti rugi. Saat ini kami belum bisa melangkah ke sana. Kalau sudah ada kejelasan duitnya baru ditindaklanjuti.”
Hingga kini, pihaknya masih intens berkomunikasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ihwal kejelasan dana akuisisi. Pemkot juga meminta masukan Badan Pemeriksa Keuangan hingga Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kesahihan akuisisi menggunakan dana APBD.
“Kami pun masih mencari sistem akuisisi nanti seperti apa. Pemilik sekarang kan pemilik ke sekian. Bagaimana posisi pemilik pertama yang dulu mendapat (HGB) dari tukar guling,” kata dia.
Ketua Presidium Komite Cagar Budaya Nusantara (KPCBN), Agus Anwari, menilai peluang Pemkot untuk mengambilalih Vastenburg sebenarnya cukup besar. Sebab, sejumlah HGB di kawasan benteng peninggalan kolonial itu kini sudah tidak diperpanjang. Upaya akusisi juga diperkuat regulasi seperti UU No.5/1960 tentang Agraria, UU No.11/2010 tentang Cagar Budaya hingga Perda No.1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
“Peluang sangat terbuka. Kini tinggal komitmen pusat dan Pemkot untuk terus mendorong upaya ini,” tandasnya.

Selasa, 03 Juni 2014

Mojosongo Tuntaskan AKP Tingkat Kelurahan

Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta mencoba menginisiasi program penyusunan Rencana Strategis Masyarakat. Penyusunan Renstra dengan menggunakan metode Participatory Poverty Assesment (PPA), sebagai road map di masing – masing kelurahan dengan titik tekan pada 5 hak dasar, yaitu : kesehatan, ekonomi, pemukiman, pendidikan dan infrastruktur.

Penyusunan dokumen ini dilakukan secara partisipatif dengan menghadirkan warga miskin penerima layanan manfaat dari pemerintah, seperti : JAMKESMAS, JAMPERSAL, RASKIN, RTLH, PKMS GOLD. Selama ini komunitas warga tak mampu nyaris tak terakomodir dalam forum – forum perencanaan pembangunan di kota. Pada hari Kamis, 06 Februari 2014 pukul 19.30 hingga 21.30 WIB bertempat di Pendhapa Kelurahan Mojosongo diselenggarakan acara Sosialisasi Renstra Masyarakat dan Pemetaan Masalah di Tingkat Kelurahan.

Kegiatan dihadiri segenap stakeholders kelurahan Mojosongo, mulai dari perwakilan RW, tokoh – tokoh masyarakat sampai dengan perwakilan kelembagaan yang ada (PKK, Karang Taruna, LPMK, LKM, POKDARWIS, dan lain – lain).  Tim Management TKPKD Kota Surakarta diwakili oleh : Elisabeth Riana, Bambang Christanto dan Agus Suyamto. Serta dibantu oleh faksel mojosongo Bpk Winarto YS

Pada paparan Sosialisasi Renstra Masyarakat Kelurahan Mojosongo forum berjalan dengan dinamis. Hal tersebut dikarenakan bahwa kegiatan penyusunan dokumen Renstra Masyarakat kelurahan ini merupakan sesuatu yang “baru” bagi warga. Karena selama ini yang diketahui forum musrenbang yang merupakan forum perencanaan pembangunan di kota.

Karena merupakan “menu baru” bagi warga, maka tak heran jika banyak pertanyaan muncul serta tanggapan akan “tahap implementasi” setelah dokumen (baca=renstra masyarakat) itu selesai disusun. Sessi Pemetaan Masalah di Tingkat Kelurahan terutama di kelompok analisis kelembagaan dipandu oleh Bambang Christanto dari Management TKPKD Kota Surakarta. Senada pada saat paparan sosialisasi, pada diskusi kelompok kelembagaan juga masih ditanyakan akan tahap implementasi.

Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua LPMK Mojosongo Bpk. Joko Mumpuni. Dirinya menganggap bahwa forum musrenbang hanya perlu dimaksimalkan lagi serta tidak perlu lagi pemkot membuat dokumen renstra masyarakat kelurahan. Beliau juga menandaskan bahwa selama ini pemerintah kota Surakarta tidak fokus serta SKPD – SKPD terkait terlalu banyak program yang tidak tepat sasaran. Dicontohkan soal data warga miskin (penerima layanan manfaat program dari pemerintah) terjadi gesekan dan RT/RW menjadi sasaran amarah warga.

Penyebabnya si miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan atau program dari pemkot justru tidak mendapat. Ekspektasi kekecewaan di tingkat warga yang terpotret dalam sikap perwakilan beberapa lembaga yang ada seperti LPMK Mojosongo. Sekilas dalam diskusi kelompok kelembagaan menjadi menarik jika diambil kesimpulan, bahwa memang sudah saatnya pemerintah dengan segala infrastruktur yang ada segera mengintervensi persoalan – persoalan utama yang dihadapi oleh masyarakat.

Jika memang program – program seperti : BPMKS, PKMS, RTLH sudah berjalan, yang tak kalah pentingnya adalah up date segala informasi warga miskin. Dengan pendekatan persuasif melalui kepanjangan tangan di level kelurahan hingga level RT. Perangkat yang ada sudah secepatnya “blusukan dan turba” untuk segera mendengar serta berbuat untuk mengatasi persoalan warga.

Kiranya dengan Sosialisasi serta publikasi yang massif diharapkan renstra masyarakat di masing – masing kelurahan akan menjawab kebutuhan rakyat miskin. Bahwa renstra masyarakat yang mempunyai periode 5 tahun kedepan sekaligus menjadi road map di semua kelurahan di kota Bengawan, harus terus dihembuskan secara terus – menerus oleh pemerintah kota Surakarta. Agar di grass root menjadi isu populis serta mendapatkan dukungan nyata masyarakat. Apalagi dokumen Renstra Masyarakat didukung dengan peta masalah (hasil dari proses AKP RW) menjadi sangat menarik untuk terus mendapat support dari semua unsur yang ada.


Sumber

Senin, 02 Juni 2014

Kirab Budaya Merti Desa & Larung Sukerto


Ribuan masyarakat tumpah ruah menyaksikan Kirab Budaya dan larungan sebagai puncak Acara Merti Desa dan Larung Sukerto yang digelar Kelurahan Mojosongo, Jebres, Minggu (23/9).
kirab budaya diikuti 1300 lebih peserta yang mengambil rute dari lapangan Mojosongo melewati jalan Brigjen Katamso hingga finish di timur Jembatan kandangsapi atau tepi Kali Anyar.
Walikota Surakarta , FX Hadi Rudiyatmo yang melepas keberangkatan rombongan kirab mengatakan, Acara Tahunan kegiatan bersih desa dan larung ini merupakan salah satu cara nguri-uri leluhur dan salah satu tekad serta wujud dalam hal menghormati para pendiri bangsa.
Peserta Kirab Larung Sukerto tersebut terdiri dari 35 RW dan 2 organisasi masyarakat di Kelurahan Mojosongo. Selain dari warga masyarakat, berbagai industri yang berada di  Kelurahan Mojosongo juga ikut tampil seperti sangkar burung, industri tahu tempe, manik-manik serta 45 kelompok seni yang ada di kelurahan Mojosongo.
Setelah rombongan kirab sampai di finish, acara dilanjutkan dengan larung sukerto di tepi kalianyar kemudian dilanjutkan doa dari 4 tokoh agama, masyarakat langsung menyerbu beberapa tumpengan jajan pasar dan sayuran. Pada hari sebelumnya beberapa event telah memeriahkan acara ini di antaranya event pameran dan expo , bersih desa, gelar budaya, dan pagelaran wayang kulit.